Selasa, 31 Mei 2011

ALKID alias alun-alun kidul

Anda yang pernah tinggal di Yogyakarta, tentu takkan bisa melupakan nuansa akrab di Alun-alun Kidul. Di tengah malam bersama teman kuliah, anda mungkin pernah duduk di tikar yang tersedia di warung sekitar sambil berbincang tentang tugas kuliah hingga adik kelas pujaan. Bisa jadi pula anda sering menikmati kehangatan minuman sambil bercengkrama dengan tetangga sekampung atau rekan sekerja semasa di Yogyakarta.
YogYES mengajak anda mengenang semua memori itu dan berkunjung lagi ke Yogyakarta untuk menyapa teman dan merasakan lagi nuansa Alun-Alun Kidul. Bagi yang belum pernah ke Yogyakarta, tulisan ini akan memperkenalkan kehangatan dan keakraban kawasan yang sering disingkat dengan nama Alkid ini. Anda akan tahu bahwa nuansa Alun-Alun Kidul bisa dinikmati siapa pun tanpa kenal status sosial dan menjadi semakin ramai ketika malam menjelang.
Alun-Alun Kidul merupakan wilayah di belakang kompleks bangunan Kraton Yogyakarta yang bisa dijangkau dengan berjalan ke arah selatan dari Sentra Makanan Khas Gudeg Wijilan. Disimbolkan dengan gajah yang memiliki watak tenang, Alun-Alun Kidul merupakan penyeimbang Alun-Alun Utara yang memiliki watak ribut. Karenanya, Alun-Alun Kidul dianggap tempat palereman (istirahat) para Dewa. Dan jelas kini sudah menjadi tempat ngleremke ati (menenangkan hati) bagi banyak orang.

Sekatenan


Di lingkungan Kraton Yogyakarta, setiap tahun diadakan upacara adat yaitu Sekaten atau lebih dikenal dengan Pasar Malam Perayaan Sekaten. Karena sebelum upacara Sekaten dimulai, terlebih dahulu diadakan kegiatan ‘pasar malam’ selama satu bulan penuh. Tradisi ini sudah ada sejak jaman Kerajaan Demak (abad ke-16) dan diadakan setiap bulan Maulud, bulan ke-tiga dalam tahun Jawa, dengan lokasi di alun-alun Utara Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Asal usul istilah sekaten berasal dari kata ‘sekati’, yaitu nama dari 2 perangkat pusaka kraton berupa gamelan ‘Kanjeng kyai Sekati’ yang ditabuh dalam rangkaian peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW. Pendapat lain menyampaikan bahwa Sekaten berasal dari kata suka dan ati (suka hati, senang hati) karena masyarakat menyambut hari Maulud dengan perasaan syukur dan bahagia pada perayaan pasar malam Sekaten di Alun-alun Utara.
Ada pendapat lain mengatakan bahwa Sekaten berasaldari kata ‘syahadataini’ dua kalimat dalam Syahadat Islam, yaitu syahadat tauhid ( Asyhadu Alla ila-ha-ilallah) yang berarti: “Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah” dan syahadat rasul ( Waasyhadu anna Muhammadarrosululloh ) yang berarti :” Saya bersaksi bahwa nabi Muhammad utusan Allah”.
Sebelum upacara Sekaten dilaksanakan, ada dua persiapan yaitu persiapan fisik dan spiritual. Persiapan fisik berupa peralatan dan perlengkapan upacara, yaitu Gamelan Sekaten, Gending Sekaten, sejumlah uang logam, sejumlah bunga kanthil, busana seragam Sekaten, samir untuk niyaga dan perlengkapan lainnya termasuk naskah riwayat Maulud Nabi Muhammad SAW.
Gamelan Sekaten adalah benda pusaka Kraton Yogyakarta yang disebut Kanjeng Kyai Sekati, yang terdiri dari dua rancak, yaitu Kanjeng Kyai Nogowilogo dan Kanjeng Kyai Guntur Madu. Gamelan Sekaten tersebut adalah warisan pusaka yang dibuat oleh Sunan Giri yang ahli dalam kesenian karawitan dan disebut sebagai gamelan dengan laras pelog yang pertama kali dibuat.
Persiapan spiritual dilakukan beberapa waktu menjelang upacara Sekaten. Para abdi dalem Kraton Yogyakarta yang akan terlibat dalam upacara, sebelumnya mempersiapkan mental dan batin untuk mengemban tugas sakral tersebut. Khususnya bagi para abdi dalem yang akan bertugas memukul gamelan Sekaten, mereka mensucikan diri dengan perpuasa dan siram jamas.
Upacara Sekaten dimulai tanggal 6 Maulud (Rabiulawal) pada sore hari dengan mengeluarkan gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari tempat persemayamannya, Kanjeng Kyai Nogowilogo ditempatkan di Bangsal Trajumas dan Kanjeng Kyai Guntur Madu di Bangsal Srimanganti. Dua pasukan abdi dalem prajurit bertugas menjaga gamelan pusaka tersebut, yaitu prajurit Mantrijero dan prajurit Ketanggung. Dihalaman Kemandungan atau Keben banyak pedagang kecil berjualan kinang dan nasi wuduk.
Pada malam harinya, selesai waktu sholah Isya, para abdi dalem yang bertugas melaporkan kepada Sri Sultan bahwa upacara siap dimulai. Setelah abdi dalem mendapat perintah dan petunjuk dari Sri Sultan, maka dimulailah upacara sekaten dengan membunyikan gamelan Kanjeng Kyai Sekati.
Tepat waktu pukul 24.00 WIB, gamelan Sekaten dipindahkan ke halaman Masjid Agung Yogyakarta dengan dikawal kedua pasukan abdi dalem prajurit Mantrijero dan Ketanggung. Kanjeng Kyai Guntur Madu ditempatkan di pagongan sebelah selatan gapuran halaman Masjid Agung dan Kanjeng Kyai Nogowilogo di pagongan sebelah utara. Di halaman Masjid Agung, gamelan Sekaten dibunyikan terus menerus siang dan malam selama enam hari berturut-turut. kecuali pada Kamis malam hingga selesai sholat Jum’at siang harinya.
Pada tanggal 11 Maulud (Rabiulawal), mulai pukul 20.00 WIB., Sri Sultan datang ke Masjid Agung untuk menghadiri Upacara Maulud Nabi Muhammad SAW dengan membacakan naskah riwayat Maulud Nabi yang dibacakan oleh Kyai Penghulu. Upacara Maulud Nabi selesai pada pukul 24.00 WIB, dan setelah selesai upacara semua perangkat gamelan Sekaten diboyong kembali ke bangsal Kraton. Pemindahan gamelan menuju bangsal kraton ini merupakan tanda bahwa Upacara Maulud Nabi telah selesai dan keesokan harinya berganti dengan Upacara Grebeg Gunungan Sekaten.
Upacara Grebeg Gunungan sekaten dilaksanakan tepat tanggal 12 Maulud pada pagi hari sekitar pukul 09.00- 10.00 WIB. Masyarakat yang sudah menunggu dan sudah menginap semalam, serta yang datang mulai pagi usai sholat Subuh biasanya sudah menunggu di depan Kraton dan di Alun-alun Utara. Grebeg Muludan ini merupakan puncak peringatan Upacara Perayaan Sekaten. Gunungan yang berisi hasil bumi, yaitu beras ketan, makanan dan buah-buahan serta sayur-sayuran akan dibawa dari Istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan Pagelaran menuju Masjid Agung. Setelah diadakan upacara Do’a di Masjid Agung, Gunungan yang melambangkan kesejahteraan atau kesuburan Kerajaan Mataram ini siap diperebutkan masyarakat diluar halaman masjid. Biasanya sebelum arakan Grebeg Gunungan sampai di Alun-alun , beberapa pasang Gunungan akan habis menjadi rebutan masyrakat dalam hitungan detik (peringkas ; Juniar H.)

Pantai Parangtritis Jogja

Tidak lengkap berwisata ke Yogyakarta, bila tidak mengunjungi obyek wisata pantai yang satu ini. Dari beberapa obyek wisata pantai yang cukup banyak di Yogyakarta, Pantai Parangtritis merupakan pantai yang paling terkenal. Pantai Parangtritis masuk wilayah Kabupaten Bantul, yang berjarak sekitar 26 km dari kota Jogja, melalui jalur jalan Parangtritis menuju Kretek (Jogja - Kretek - Parangtritis). Atau kita juga dapat mengambil jalur lainnya, yaitu melalui jalan Imogiri Timur (Jogja - Imogiri - Parangtritis).

Malioboro City Walk




Malioboro tidak lepas dari kota Jogja, bahkan bisa dibilang sudah menjadi ikon kota Jogja. Setiap kali menyebutkan Malioboro, orang akan tahu bahwa Malioboro itu di Jogja. Malioboro yang terletak sekitar 1 km dari Kraton Jogja merupakan pusat perekonomian yang sangat ramai di kota Jogja. Di jalan ini berdiri pertokoan, rumah makan hotel dan perkantoran yang membuat kawasan ini tidak pernah lengang. Di ujung Selatan dari kawasan ini, tepatnya di Jl. Ahmad Yani, terdapat Pasar Beringharjo yang juga dikenal dengn sebutan 'Pasar Gede. Terdapat juga Benteng Vredeburg yang dulunya merupakan benteng pertahanan Belanda dari serangan pasukan Kraton. Diseberang benteng ini adalah Gedung Agung, yang dulu pernah digunakan sebagai Istana Negara pada masa pemerintahan Presiden Soekarno saat ibukota negara dipindahkan ke Jogjakarta.
Di kawasan Malioboro ini terkenal juga dengan para pedagang kaki lima. Anda bisa berbelanja aneka produk kerajinan lokal seperti batik, hiasan rotan, wayang kulit, bermacam tas, sandal, sepatu juga blangkon (topi khas Jawa) serta barang-barang perak, emas, hingga pedagang yang menjual pernak pernik lain. Saat berbelanja di kaki lima, anda bisa menawar harga barang yang akan anda beli, jika pandai menawar dan beruntung, anda bisa mendapatkan penurunan harga sepertiga atau bahkan setengah harga dari harga yang ditawarkan. 
Saat hari mulai menjelang sore, banyak lapak lesehan yang mulai dibuka. Disini anda bisa menikmati makanan khas Jogja seperti gudeg atau pecel selain itu juga  tersedia aneka masakan oriental ataupun seafood. Bagi anda yang ingin mencicipi makanan di sepanjang jalan Malioboro, pastikan untuk meminta daftar harga serta memastikan harganya pada penjual  guna menghindari naiknya harga yang kurang wajar.

Minggu, 29 Mei 2011

Sejarah Kota Jogjakarta


Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Isi Perjanjian Gianti : Negara Mataram dibagi dua : Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja atas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.