Kamis, 02 Juni 2011

Puro Pakualaman Yogyakarta




Pura Pakualaman adalah Istana Kadipaten yang terletak di sebelah timur Kraton Yogyakarta. Sejarah keberadaan kadipaten ini tidak lepas dari sejakrah Kasultanan Yogyakarta. Istana yang didirikan pada awal abad XIX M ini saat menjadi tempat tinggal Sri Paduka Paku Alam IX beserta keluarganya. Sri Paduka Paku Alam IX saat ini juga menjadi Wakil Gubernur DIY dan merupakan dwi tunggal dengan Sri Sultan Hamengku Buwana X.

Istana Pakualaman atau lebih dikenal dengan Puro Pakualamanan berada di Jalan Sultan Agung, 2 km arah timur dari Kantor Pos Besar. Istana ini adalah milik Kadipaten Pakualaman. Istana ini pada awalnya adalah milik Pangeran Notokusumo, putra Sultan Hamengku Buwono I dan Ratu Srenggorowati yang dilantik oleh Gubernur Jenderal Belanda Sir Thomas Raffles pada tanggal 17 Maret 1813 dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Paku Alam I. Sebelunya pada bulan Juni Pangeran Notokusuma disebut Pangeran Merdiko sesuai dengan permohonan Sultan Hamengku Buwono II.

Wilayah Puro Pakualaman terdiri dari 4.000 cacah di wilayah Pajang, Bagelan sebelah barat Jogja dan terletak di antara sungai Progo dan Bogowonto, di daerah Adikarto. Wilayah istana menunjukkan pusat kekuatan budaya Jawa, dan arsitektur dari Pura Pakualaman adalah dibuat oleh KGPAA Paku Alam I sendiri yang memang ahli di bidang budaya dan sastra.
Sebelum memasuki istana, kita akan melewati sebuah lapangan, gerbang pertama disebut Wiworo Kusumo, di sini berdiri Joglo Wiworo Kusumo Winayang Reko yang berarti keselamatan, keadilan, dan kebebasan. Bagian depan Joglo ini disebut ‘kunjungan’ dan ruang utama disebut Pendopo atau Bangsal Utomo Sewotomo dengan empat tiang utama di tengahnya, semua tiang diukir dan dicat. Tiang utama ini terbuat dari kayu jati yang diambil dari desa Karang Asem, Paliyan, Gunung Kidul, Yogyakarta. Kayu jati ini juga dipakai sebagai bahan 2 kursi singgasana raja dan meja bundar di Ndalem (bangunan utama).
Di pendopo ini juga tersimpan gamelan pelog dan slendro yang terletak di pojok depan pendopo yang diberi nama Kyai Kebogiro, gamelan ini biasa dimainkan setiap hari Minggu Pon. Pada bagian atap pendopo terpasang lampu kristal besar yang menambah indah ruangan ini.
Bagian lain dari pendopo ini disebut dengan Ruang China, yang dimanfaatkan untuk menyimpan barang-barang antik dari Cina. Ruang lain di pendopo ini adalah ruang kerja raja yang disebut dengan ruang Srikaya.

Bangunan utama yang berada setelah pendopo disebut Dalem Ageng Proboyekso. Bagian terpenting dari Dalem Ageng Proboyekso adalah Pasren yang dihiasi dengan 2 buah patung Loro Blonyo di depannya, dan juga ruang pusaka. Istana ini menunjukkan kehidupan sejahtera dari Pakualaman.
Bagian lain dari Dalem Ageng Proboyekso adalah ruang pakaian di bagian kiri dan kamar tidur di bagian kanan. Bangunan lain yang berada dalam kompleks Dalem Proboyekso ini adalah Gondok Wetan yang berada di sebelah timur dan Gondok Kulon di sebelah barat, yang digunakan sebagai tempat tinggal dari keluarga raja.
Ruangan Di bagian belakang Dalem Proboyekso disebut dengan Seworenggo yang dimanfaatkan sebagai ruang tunggu dan ruang pertemuan. Lebih jauh di sebelah utara ada sebuah bangunan dengan dinding dari kaca yang disebut dengan Maerakaca yang menjadi tempat favorit dari KGPAA Paku Alam VII dan permaisuri. Di kebun belakang istana berdiri pohon Gandaria yang digunakan sebagai tempat meditasi.
Satu tempat lagi yang berada di belakang istana adalah kantor tentara Pakualaman yang mempunyai dua gerbang (gerbang barat dan gerbang timur).
Istana Pakualaman juga memiliki museum yang berada di halaman depan dari Pendopo Proboyekso. Di dalam museum ini tersimpan benda-benda peninggalan sejarah yang berkaitan dengan Puro Pakualaman.
Ruang pertama memperlihatkan struktur keluarga, KGPAA Paku Alam I sebagai putra Sultan Hamengku Buwono I dan keturunan dari Raja Brawijaya V raja Kerajaan Majapahit, dan ibunya Ratu Senggorowati yang juga masih keturunan Raja Brawijaya V. selain struktur keluarga, di ruang ini juga menampilkan foto-foto Sri Paku Alam II sampai dengan Sri Paku Alam VIII, dan juga beberapa foto aktivitas raja. Di ruang ini juga tersimpan perjanjian politik antara Inggris dan Belanda yang menandai berdirinya pemerintahan Pakualaman.
Atribut-atribut kerajaan juga ada di sini, antara lain payung Tlacap yang menyimbolkan kebesaran sang raja, rebab Kyai Tandhasih pembrian Sri Mangkunegoro VII yang menyimbolkan awal dan akhir dari kehidupan. Dua set kursi dan satu meja bundar, satu set Cepuri (tempat daun sirih), yang digunakan dalam penerimaan tamu dengan memberikan daun sirih dan dua buah Kecohan, Payung bhavad, payung Tunggul Naga (susun tiga). Tombak trisula Jebeng dan trisula Cis.
Ruang berikutnya berisi senjata-senjata kuno yang digunakan pada masa kolonial Belanda, keris, tombak, pedang, pakaian pengadilan, dan lain-lain.
Ruang ketiga menampilkan Kyai Manik Kumolo pemberian dari Thomas Raffles dan Kyai Roro Kumenyar, pemberian Sri Paku Buwono X.
Di dalam kompleks Pakualaman juga ada sebuah masjid yang dibangun pada masa pemerintahan Sri Paku Alam II, seperti tertulis dalam batu prasasti dalam bahasa Jawa dan Arab.
Selain itu di sisi kanan pendopo, ada sebuah bangunan paviliun berama Purworetno yang merupakan pemberian Sri Paku Buwono X dari Surakarta untuk menantunya Sri Paku Alam VII. Bangunan ini biasa dipergunakan oleh Sri Paku Buwono X saat berkunjung ke Yogyakarta.
Di sebelah barat pendopo ada sebuah perpustakaan yang mengoleksi buku-buku Jawa klasik yang sangat berharga termasuk Serat Dharma Wirayat yang sangat populer sebagai karya Sri Paku Alam III.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar